Muhamin SE
Cinta Allah Abadi dan Tak Egois
Minggu, 03 Mei 2015 - 16:34:27 WIB
Pekanbaru (RiauEksis.Com) -Suatu ketika seorang pemuda lajang yang
sedang menyiram kebun meminta kepada Nabi Isa AS yang kebetulan melintas
di depannya. "Wahai Isa, mintalah kepada Tuhanmu agar Dia menanamkan
cinta-Nya kepadaku meski seberat zarah," kata pemuda lajang tersebut.
Nabi Isa AS pun menjawab,"Engkau tak akan sanggup menerima cinta-Nya
seberat zarah pun".
Si pemuda menyahut, "kalau begitu, setengah
zarah saja". Nabi Isa AS kemudian berdoa, "Ya Tuhanku, berilah dia
anugerah cinta-Mu seberat setengah zarah".
Nabi Isa AS pergi dan
beberapa waktu kemudian beliau kembali serta menanyakan kabar pemuda
tersebut. Penduduk setempat menjawab, "Sekarang dia menjadi gila dan
pergi ke gunung". Isa pun berdoa kepada Allah agar diperlihatkan kondisi
pemuda itu.
Beliau melihat pemuda itu berada di antara bebatuan
gunung, berdiri di atas batu yang paling besar sembari membelalakkan
matanya ke langit. Nabi Isa AS mengucap salam, tapi ia tidak menjawab. "Aku adalah Isa," seru Nabi Isa AS. Akhirnya, Allah menurunkan wahyu
kepada Nabi Isa AS, "Bagaimana mungkin ia mendengar pembicaraan manusia
sementara dalam hatinya ada rasa cinta-Ku meski hanya seberat setengah
zarah! Demi Keagungan-Ku, andai engkau memenggal kepalanya dengan
gergaji, niscaya dia tidak akan merasakannya".
Begitulah cinta
Allah SWT, cinta yang tidak egois dan tidak akan pernah hancur. Cinta
yang manakala sudah kadung memenuhi hati seorang hamba maka akan
melahirkan gelora rindu yang mampu mengoyak berbagai macam tabir,
mengeliminasi semua hal selain-Nya dari hati, dan mendapati bahwa Dia
tak akan pernah sedetik pun jauh dari kita.
Muncul pertanyaan,
mengapa pemuda itu lebih memilih cinta-Nya ketimbang cinta seorang
perempuan yang kelak bisa menjadi pendamping hidupnya? Jawabannya karena
cinta Allah abadi dan tidak egois.
Bukankah Allah sama sekali
tidak membutuhkan apa pun dari kita? Hal ini tentu berbeda dengan cinta
nafsu dan cinta egois yang selama ini bersemayam di hati kita.
Kita
mungkin mencintai keluarga, hewan peliharaan, gelar, status politik,
atau harta benda. Tapi bukankah kita mencintai semua itu karena alasan
kepentingan pribadi?
Kita memelihara seekor sapi dan
mencintainya, tapi setiap hari selalu memerah susunya. Kita menanam
sebuah pohon dan mencintainya, tapi kita menguras buahnya; cinta macam
apa yang seperti ini?
Itulah cinta nafsu yang selalu berorientasi
pada egoisme. Dan cinta jenis ini akan hilang manakala kita tidak lagi
membutuhkan sesuatu yang kita cintai itu.
Karena itu,
bersyukurlah kita bisa menjadi bagian dari umat Islam yang melalui
wasilah diutusnya Muhammad SAW berkesempatan untuk mendapatkan cinta dan
ampunan dari Allah SWT.
Hal ini sebagaimana firman-Nya,
"Katakanlah jika kamu (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku
niscaya Allah akan mencintai dan mengampuni dosa-dosamu. Sesungguhnya,
Allah adalah Zat yang Maha Pengampun lagi Maha penyayang". (QS Ali
Imran: 31).
Di dalam ayat yang lain, Allah menyebutkan golongan
yang akan meraih cinta-Nya, "... maka kelak Allah akan mendatangkan
suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya,
yang bersikap lemah lembut terhadap orang mukmin, yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak
takut kepada celaan orang yang suka mencela ...." (QS al-Maidah: 54).
Semoga, hati kita senantiasa dipenuhi cinta-Nya, amin. Wallahu a'lam
bishawab.