Kunjungan Study Banding Jurnalistik PWI Riau Pembangkit Gairah Wisata Bali Yang Terpuruk
|
, - WIB
|
Foto bersama peserta study banding PWI Riau di Pura Tirta Empul Tampaksiring.
Foto ( Jonatan Surbekti) |
TERKAIT:
Laporan perjalanan : Martalena
DENPASAR,Riaueksis.com - 7 Desember 2021
Hari pertama di Bali saya bersama rombongan study jurnalistik PWI Riau yang berjumlah lebih 50 orang dari berbagai media, baik cetak, online, dan elektronik di Riau. kami menginap di sebuah hotel bintang 4 di daerah Kuta yang hanya berjarak kurang lebih 5 menit ke pantai Kuta dengan berjalan kaki.
saya menyaksikan betapa parah dan hancurnya ekonomi masyarakat Bali yang terdampak covid 19. Sejak Corona menghantam dunia termasuk Indonesia wisatawan mancanegara dan wisatawan lokal sudah tidak lagi berkunjung ke Bali.
Sepulang dari makan malam di restoran khas masakan Bali Ayam Betutu masih di daerah Kuta,sebelum kembali ke hotel kami diajak berkeliling dengan bus pariwisata ke daerah legian, di sepanjang jalan raya Legian sungguh saya menyaksikan pemandangan yang mengharukan, sepi,gelap dan senyap.
pengalaman saya berkunjung ke pulau dewata sebelum Corona menghantam Indonesia, daerah Legian ini adalah daerah yang paling sibuk dan tidak pernah tidur di pulau Bali.Legian adalah pusat hiburan malam di pulau Dewata.
Jalanan Legian yang hiruk pikuk dengan ramainya wisatawan manca negara yang lalu lalang menikmati hiburan di pulau bali sudah tidak kelihatan lagi.
Kondisi sudah sangat berubah, Dulu di sepanjang jalan raya Legian kita akan menyaksikan bule dari manca negara nongkrong sambil menghisap rokok dan ngobrol dengan teman-teman nya, di cafe di pinggir jalan Legian,di jalanan juga ramai wisatawan dengan gaya khas bule yang berpakaian minim dan suka - suka mereka, suara musik terdengar dari cafe,pub, dan restoran yang dipenuhi oleh wisatawan manca negara yang menikmati meriahnya malam di Legian
Saya juga masih ingat di suatu siang di jalan raya legian seorang gadis bule yang memakai bikini mengendarai motor matic di sepanjang jalan raya Legian dan Kuta, sehingga rambut pirangnya mengembang tertiup angin.
Dulu, hal seperti itu adalah pemandangan yang sangat biasa.
Tapi kini hiruk pikuk itu tiada lagi, bule- bule yang berbikini dan berjemur di pantai Kuta sudah tidak tampak lagi.
sepanjang jalan Legian yang kami lewati hanya ada kios-kios yang tertutup tanpa cahaya lampu, saya sempat melihat banyak pintu kios yang sudah rusak, dan parkiran yang ditumbuhi rerumputan.
Hanya ada beberapa kios dan toko yang buka itupun sangat sepi pengunjung.
Beberapa hotel berbintang dan mall juga terlihat sudah tidak lagi buka mungkin karena sepinya pengunjung membuat pengusaha merugi
Dan memutuskan untuk menutup usahanya.
I Nyoman Budi Arta guide yang memandu perjalanan kami mengatakan bahwa kabupaten Badung dulunya adalah kabupaten terkaya di Indonesia dengan pendapatan 10 trilyun per tahun tapi setelah terdampak Corona pendapatan kabupaten Badung ini yang meliputi daerah Kuta, Legian dan sekitarnya turun drastis,karena ekonomi masyarakat kabupaten Badung hampir 90 persen dari pariwisata
Setelah Bali kehilangan wisatawan baik lokal maupun manca negara, hotel- hotel tidak ada tamu, toko souvenir tidak ada pembelinya, masyarakat yang bekerja sebagai guide kehilangan pekerjaannya.
Ekonomi Bali sebagai Ikon wisata Indonesia hancur lebur.
Ekonomi pun lumpuh total.
Saya menyaksikan di Riau dampak ekonomi akibat Corona lumayan parah banyak UMKM yang tutup, tapi saya tidak menyangka di Provinsi Bali terdampak jauh lebih parah lagi.
I Nyoman Budi Arta, pemandu wisata yang selalu ramah memandu rombongan study banding PWI Riau di Bali.
ke destinasi - wisata selama 5 hari, I Nyoman mengatakan ada 8.000 orang guide di Bali yang yang terdampak pekerjaannya karena corona, bernasib sama dengan dirinya rata-rata guide ini menguasai berbagai macam bahasa di antaranya; bahasa Jepang, Inggris, Itali, Rusia, Jerman, Prancis, Arab, Spanyol, Mandarin dan Belanda.
Nyoman yang menguasai bahasa Inggris dan Jepang ini berasal dari di Buleleng Singaraja Bali, Ia sempat pulang kekampungnya beralih profesi sebagai petani.
" Pak Nyoman coba Menanam sayur di kampung demi menyambung hidup. Dan Selama ini Pak Nyoman tidak pernah dapat bantuan pemerintah," cerita Nyoman .
Hari ke 2 di Bali kami mengadakan pertemuan dengan redaksi Bali Tribune dan pengurus PWI Bali, selanjutnya kami di antarkan untuk mengunjungi istana presiden di Tampaksiring dan mengunjungi pura Tirta Empul yang lokasinya berdekatan dengan istana Tampaksiring .
Di pura Tirta Empul ini ada tempat pemandian keramat umat Hindu Bali dan air yang keluar dari mata air suci disana yang diyakini umat Hindu Bali bisa membuat awet muda orang yang meminumnya
Sebelum kembali ke Hotel kami sempat mencicipi kopi Luwak Kintamani.
Pada hari ke 3 study banding kami mengunjungi wisata pantai Tanjung Benoa, dan sempat melihat budidaya penyu di pulau penyu dengan Speedboat.
Dan berbagai permainan yang menarik.
Kemudian dibawa melihat Pura tertua di pulau Bali yaitu Pura Besakhih , dan kebetulan kami sempat menyaksikan upacara Hindu Bali dimana para penziarah wanita yang mengenakan kebaya putih membawa sesajen diatas kepalanya.
Pura Besakih Karang Asem, merupakan pura terbesar umat beragama Hindu Di Bali.
Pura ini adalah tempat persembahyangan agama Hindu di Bali. Selain itu di dalam area Pura ini, tidak hanya terdapat satu Pura, tetapi banyak Pura. Karena begitu banyaknya terdapat Pura dalam satu wilayah, maka Pura Besakih Bali adalah Pura terbesar di Indonesia.
Pura Besakih Karangasem Bali sebelum memasuki area
Pura, kami diingatkan untuk menyimpan kacamata agar tidak dicuri monyet yang berkeliaran di hutan sekitar Pura tersebut.
Tapi ternyata sang monyet yang ditakuti tidak muncul.
Saya mendapat jawaban ternyata monyet2 sudah diberi makan oleh penjaga Pura Besakih
Selanjutnya kami menyempatkan diri berfoto di pantai Pandawa dan menikmati pemandangan Pantai Pandawa ditengah hujan gerimis.
Perjalan hari itu diakhiri dengan makan malam di The Cuisine Jimbaran Seafood. Makan malam dengan suasana romantis di tepi pantai.Â
Hari keempat di Pulau Bali jam 8 pagi rombongan PWI diajak melihat keindahan danau Beratan di kawasan wisata Bedugul,di kabupaten Tabanan, dimana ditengah danau terdapat Pura Ulun Watu yang fotonya ada di lembaran uang lima puluh ribu Rupiah.
Di danau
Beratan Bedugul ini hanya wisatawan lokal yang terlihat asik mengabadikan foto dipinggir danau Beratan.
Destinasi wisata di Bali masih belum dikunjungi oleh wisatawan manca negara
Ginem(41 ) penjual buah-buahan di lokasi wisata danau Beratan Bedugul, wanita Jawa yang ber suamikan laki-laki asli Bali Muslim ini mengatakan baru 3 bulan mulai berjualan lagi,setelah 2 tahun lebih pulang ke kampungnya di Banyuwangi Jawa timur,
" Dulu dari hasil berjualan buah- an ini saya bisa membeli rumah dan sepeda motor tapi sekarang sekedar untuk makan saja susah saya dapat uang buk" tutur Ginem bercerita sambil mengupaskan buah salju untuk saya cicipi.
" Saya sempat bekerja di kebun jeruk di kampung suami di daerah Kintamani, namun hanya sebagai buruh tani saja gajinya tidak seberapa " lanjutnya.
Setelah makan siang dan sholat zhuhur dan berfoto-foto kami melanjutkan wisata ke pantai Tanah Lot.
Kami beruntung dapat menyaksikan sunset di pantai tanah Lot karena cuaca cerah
Setelah menikmati makan malam di pinggir pantai bus membawa kami kembali ke hotel untuk test antigen kemudian beristirahat untuk mempersiapkan energi untuk kembali pulang ke bumi bertuah Melayu Riau .
Kesan yang terbawa dari study banding ke pulau Bali ini adalah bagaimana Pemrov dan Pemkot di Bali mengelola parawisata dengan sangat profesional, infrastruktur menuju destinasi wisata terpelihara dengan baik, masyarakat Bali juga sangat menghargai wisatawan dengan sabar menjawab semua pertanyaan wisatawan yang penasaran dengan ritual yang mereka lakukan bahkan tidak menolak diajak berfoto walaupun berulang kali.
Hal perlu dicontoh oleh pemrov Riau juga masyarakatnya untuk memajukan parawisata di Bumi pancang kuning
Good By Bali..
See you again