RiauEksis.com - Aksi dan deklarasi #2019GantiPresiden kembali ramai menjelang kampanye Pilpres 2019. Berbagai penolakan terhadap aksi dan gerakan tersebut pun terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Di Jawa Barat misalnya, Majelis Ulama Indonesia Jabar menolak gerakan tagar #2019GantiPresiden karena dinilai lebih dominan unsur provokasi. Selain di Jabar, deklarasi #2019GantiPresiden juga ditolak di Serang, Banten dan Surabaya serta Riau. Polisi menyebut aksi gerakan ganti presiden tak berizin.
Pasca ramainya penolakan terhadap aksi #2019GantiPresiden Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) angkat bicara. Bawaslupun menilai bahwa gerakan yang digagas oleh Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera pada Maret 2018 lalu itu bukan sebuah pelanggaran.
"Tidak melanggar aturan," ujar anggota Bawaslu Rahmat Bagja saat dihubungi detikcom, Rabu (28/8/2018).
Menurut Bagja, saat ini belum ada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang resmi ditetapkan sehingga aksi itu tidak melanggar aturan. Bawaslu pun, disebut Bagja, belum dapat melakukan tindakan apa pun sebab saat ini belum memasuki masa kampanye.
Senada dengan Bawaslu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menilai tagar #2019GantiPresiden tidak masuk dalam definisi kampanye. Sebab kegiatan peserta pemilu untuk mengingatkan pemilih dengan menawarkan visi misi, program dan citra diri lainnya.
"Kembali ke peraturan perundang-undangan, yang disebut kampanye itu apa, kegiatan peserta pemilu untuk mengingatkan pemilih dengan menawarkan visi misi, program dan citra diri lainnya. Kalau soal tagar kan nggak ada hubungannya sama visi dan misi," kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (28/8/2018).
Baik Bawaslu dan KPU juga berpendapat bahwa gerakan #2019GantiPresiden merupakan bagian dari hak masyarakat untuk menyuarakan pendapat. Hak tersebut, kata Bagja dan Pramono, bebas disuarakan di hadapan umum asalkan sesuai aturan yang berlaku.
Aturan yang dimaksud adalah terkait prosedur administrasi. Apakah dalam menyuarakan pendapatnya masyarakat harus melalui mekanisme penyampaian laporan atau pemberitahuan kepada pihak yang berwenang, dalam hal ini kepolisian. Apalagi, jika dalam aksinya terjadi kericuhan.
"Semua kegiatan harus sesuai dengan UU menyampaikan pendapat di muka umum," ujar Bagja.
"Kalau ada keramaian-keramaian penyampaian pendapat di publik itu menjadi kewenangan polisi apakah itu menimbulkan kericuhan atau tidak. Jadi silahkan persoalan ketertiban umum yang menjadi kewenangan polisi," kata Pramono.
Kendati demikian, meski tak mempersoalkan aksi dan deklarasi #2019GantiPresiden, pendukung kedua pasangan calon, yakni Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tetap menahan diri saat menyampaikan dukungannya. Diharapkan, nantinya dukungan dapat diberikan dengan tidak melakukan provokasi.
"KPU berharap masing-masing pendukung pasangan calon untuk menahan diri mulai mensosialisasikan pasangan yang didukungnya dengan cara yang mengundang simpati bnyak orang, tidak perlu memprovokasi, dengan menggunakan isu-isu," jelas Pramono. ****(ptr)