Soal Status Kewarganegaraan Arcandra, Menkum HAM Mengatakan Seperti Ini
an | Nasional
Minggu, 21/08/2016 - 00:22:09 WIB
|
Arcandra Tahar
|
TERKAIT:
Jakarta (RiauEksis.Com) - Pemerintah kini sedang mempertimbangkan berbagai aspek untuk menuntaskan masalah kewarganegaraan eks menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar.
Begitu kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM), Yasonna Laoly kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (20/8/16).
"Pemerintah terus pelajari dan melihat dari berbagai aspek, termasuk dengan melibatkan para ahli. Kami ingin membahas ini dengan baik agar jangan ada lagi hura-hura politik karena persoalan kecil," kata Yasonna.
Disebutkannya, pemerintah terus mengkaji semua kemungkinan terkait status Arcandra. Menurutnya, Arcandra bisa saja mendapatkan status WNI dengan menggunakan 'jalur normal', sesuai Pasal 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia atau dengan "jalur cepat" seperti tertera di pasal 20 UU yang sama.
"Seluruhnya masih dikaji. Apapun yang dilakukan nantinya akan sesuai dengan hukum dan prosedur yang berlaku," ucapnya.
Seperti diketahui, Arcandra kehilangan status WNI setelah memilih kewarganegaraan Amerika Serikat melalui proses naturalisasi pada tahun 2012.
Arcandra sempat dilantik jadi Menteri ESDM, namun dicopot setelah kedapatan mengantongi paspor Amerika Serikat.
Sementara undang-undang AS menyatakan kewarganegaraan seseorang hilang saat dirinya menjadi pejabat publik atau pengambil kebijakan di negara lain. Ini memunculkan dugaan saat ini Arcandra tidak memiliki kewarganegaraan atau 'stateless'.
Meski begitu, Menkum HAM menolak anggapan tersebut. Soalnya, menurut dia, pencabutan kewargenaraan seseorang harus diformalkan atas keputusan menteri. Dan ini belum dilakukan.
Adapun yang disebut jalur normal dalam penetapan seseorang menjadi WNI adalah sesuai Pasal 9 UU 12/2006 yang di antaranya mewajibkan harus tinggal di Indonesia selama sedikitnya lima tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun jika tidak berturut-turut.
Sementara 'jalur cepat' bisa diperoleh sesuai dengan pasal 20 dengan catatan orang tersebut harus dianggap berjasa pada Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara.
Jika menerapkan hal ini, undang-undang mewajibkan Presiden harus memperoleh pertimbangan DPR RI terlebih dahulu. (re/an)