Pekanbaru,Riaueksis.com--jaksa menolak permohonan penangguhan Yang Prana Jaya permohonan tersebut sebelumnya diajukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dan tim pengacaranya.
Sebagaimana diketahui, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau non aktif itu ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus). kasus yang menjeratnya adalah dugaan korupsi dana anggaran rutin di Bappeda Siak tahun 2014-2017. Dimana, Yan Prana saat itu sebagai Kepala Bappeda Siak dan Pengguna Anggaran (PA).
Kepada wartawan Asisten Pidsus Kejati Riau, Hilman Azazi SH MM MH saat dikonfirmasi mengatakan, untuk menyetujui proses penangguhan tahanan itu, harus meminta persetujuan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) terlebih dahulu.
"Proses (penangguhan atau pengalihan penahanan) tindak pidana korupsi itu harus dimintakan persetujuan ke Kejagung (Kejaksaan Agung) dulu. Seperti itu SOP-nya (standar operasional prosedur)," kata Hilman.
Namun, sebelum meminta persetujuan tersebut, diterangkan Hilman, tim jaksa penyidik dibawah kepemimpinannya, memiliki penilaian tersendiri atas permohonan penangguhan penahanan Yan Prana. Adapun penilaiannya, pihaknya menolak permohonan penangguhan penahanan tersebut.
"Tetapi untuk sampai kesanakan (meminta persetujuan dari Kejagung), tim penyidik harus sepakat dulu. Jadi dalam hal ini, tim penyidik tidak sepakat (penangguhan penahanan)," terang Hilman.
Yan Prana ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (22/12/2020) dan langsung dilakukan tindakan penahanan. Saat ini, Yan Prana menghuni salah satu sel di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru. Penahanan pertama dilakukan selama 20 hari ke depan.
Kasus ini terjadi ketika Kabupaten Siak dipimpin oleh Bupati Syamsuar, yang saat ini menjabat Gubernur Riau. Dalam kasus ini Yan Prana sudah lima kali diperiksa di Kejati Riau, baik dalam proses penyelidikan maupun penyidikan.
Dari penyidikan yang dilakukan, diketahui kalau Yan Prana paling bertanggungjawab dalam penyimpangan di Bappeda Siak. Tindakan itu diduga merugikan negara Rp1,8 miliar.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Hilman mengungkapkan, Yan Prana ditahan karena dikhawatirkan menghilangkan barang bukti. Ada dugaan, ia akan menggalang saksi-saksi.
"Laporan penyidik ada indikasi penggalangan saksi. Itu yang membuat penyidik melakukan penahanan," kata Hilman.
Hilman menjelaskan, penyimpangan anggaran dilakukan Yan Prana ketika jadi Pengguna Anggaran (PA). Modusnya melakukan pemotongan atau pemungutan setiap pencairan anggaran sebesar 10 persen.
"Ketika itu jadi Kepala Bappeda (Siak), PA. Ada potongan pencairan 10 persen. Yang dipotong hitungan baru Rp1,2 miliar atau Rp1,3 miliar,. Kerugian negara sementara Rp1,8 miliar," jelas Hilman.
Ketika proses penyidikan, dilanjutkan Hilman, tidak ada itikad baik dari Yan Prana untuk mengakui perbuatannya dan mengembalikan kerugian negara.
"Dia kemarin masih mangkir, tidak ada itikat baik. Kalau ada pasti mengakui," ucap Hilman.
Atas perbuatannya, Yan Prana dijerat pasal berlapis dengan Pasal 2 jo Pasal 3 jo Pasal 10 jo Pasal 12e jo Pasal 12 f Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya 1 tahun sampai 20 tahun penjara.***